SUPERVISI ANTARA "MOMOK" ATAU KEBUTUHAN GURU

Link download Supervisi di bawah sendiri

Salah satu yang menjadi “momok” bagi guru adalah supervisi akademik. Walaupun dalam KMA 624 tahun 2021 sudah dijelaskan bahwa supervisi terfokus pada pendampingan dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran untuk mencapai ketrampilan abad 21 bagi peserta didik, bukan untuk menilai ketrampilan guru, namun kenyataannya para guru tetap ketakukan jika akan dilakukan supervisi, baik oleh pengawas maupun oleh kepala madrasah.

Mengapa demikian? Hal ini tentu saja ada banyak factor penyebabnya. Diantaranya mungkin sebagian guru belum mengetahui perubahan paradigma supervisi yang baru ini. Bisa juga mereka sudah tahu, tapi pada kenyataan di lapangan baik kepala madrasah maupun pengawas ketika  melaksanakan supervise masih menggunakan cara-cara lama, sehingga para guru tetap merasa bahwa supervise itu bukan menjadi kebutuhan bagi guru, tapi justru menjadi momok bagi mereka. Atau bisa juga guru setelah disupervisi merasakan hal sama dengan atau tanpa disupervisi, dan tidak bertambah ketrampilannya baik dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian.

a) Supervisi Perencanaan Pembelajaran

Biasanya supervise perencanaan pembelajaran dengan cara guru disuruh membuat perangkat pembelajaran mulai dari kalender Pendidikan, RPE, Prota, Prosem, Silabus/ATP, RPP/Modul Ajar. Kemudian disuruh mencetak dan ditelaah oleh kamad/pengawas. Selanjutnya kepala madrasah/pengawas mengkoreksinya dan memberi catatan-catatan. Padahal pada tahun 2019 lalu, Menteri Nadim Makarim sudah mencanangkan Merdeka Mengajar, bahkan RPP satu lembar. Artinya beban guru bidang administrasi pembelajaran mestinya berkurang, agar guru bisa fokus pada inovasi-inovasi pembelajaran. Tapi setelah diterapkan Kuurikulum Merdeka, justru guru harus membuat lebih banyak lagi perangkat pembelajaran. Pertanyannya apakah jika guru memiliki perangkat pembelajaran yang dianggap lengkap dan baik, maka pelaksanaan pembelajarannya di kelas mesti baik dan berhasil? Mengapa guru tidak dibebaskan saja membuat perangkat pembelajaran yang simple dan sederhana yang sekiranya bisa diterapkan sesuai kondisi kelas, sekolah dan peserta didiknya.

b) Supervisi Pelaksanaan Pembelajaran.

Supervise pelaksanaan pembelajaran biasanaya dilakukan dengan cara pengawas atau kepala madrasah ikut masuk kedalam kelas mengamati guru melaksanakan peer teaching. Hal ini jelas guru merasa kurang nyaman. Mengapa kepala madrasah atau pengawas tidak merekam saja praktek guru mengajar, sehingga guru tidak merasa canggung dan tidak nyaman. Padahal dengan memakai android saja sudah bisa merekam keseluruhan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

c) Supervisi Penilaian Pembelajaran

            Supervisi penilaian pembelajaran pun masih sama dengan yang dulu, guru harus membuat kisi-kisi, kartu soal, analisis hasil ulangan/ujian dan lain-lain. Problemnya masih sama dengan perencanaan pembelajaran.

            Dari kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun paradigma supervisi sudah berubah dari pengawasan dan penilaian menjadi pendampingan, tapi tidak dibarengi dengan perubahan implementasinya di lapangan. Demikian juga perubahan Kurikulum dari K13 ke Kurikulum Merdeka, guru tetap sama masih banyak dibebani tugas-tugas administrasi, yang justru banyak dari mereka yang masih belum faham membuat administrasi tersebut, misalnya Modul Ajar, ATP, KKTP dan lain-lain. Sehingga platform “Merdeka Mengajar” hanya tinggal slogan saja.   

Silahkan download di bawah ini:

FILE-FILE SUPERVISI

3 comments:

Hasyim said...

Sangat inspiratif, terima kasih ilmunya

Sujiwo said...

Ganti menteri ganti kurikulum, merdeka mengajar tidak ada artinya

Anonymous said...

Tulisan beliau sangat mewakili kerisauan hati para guru. Sangat inspiratif