Kehidupan Awal Shalahuddin
Nama lengkap dari Shalahuddin adalah Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin Ayyub yang bergelar Sultan al-Malik an-Nashir (Raja Sang Penakluk). Ia lahir pada tahun 1137 M di benteng Tikrit, tempat ayahnya menjabat sebagai komandan wilayah Tikrit. Ia lahir justru ketika ayahnya bersama pasukannya diusir dari Tikrit oleh Menteri Bahruz. Ini sebagai akibat dari pembunuhan yang dilakukan Syirkuh –paman Shalahuddin- terhadap salah seorang panglima yang bertugas menjaga pintu benteng. Pembunuhan tersebut karena dilatar belakangi oleh tindakan sang panglima yang melakukan pelecehan terhadap seorang wanita
Najmudin bersama pasukan dan keluarganya lalu pergi ke Mousil, menemui Imaduddin Zangi dan mengabdi kepadanya. Imaduddin menyambut baik kedatangan mereka, karena Najmuddin pernah menyelematkan Imaduddin dari kejaran tentara Bahruz dahulu. Semua rombongan Najmuddin diperbolehkan tinggal di Moushil. Bahkan setelah Imaduddin berhasil menguasai Be'lebek, Imaduddin diangkat menjadi komandan disana. Disanalah masa kecil Shalahuddin ditempah oleh ayahnya. Selain belajar agama, shalahuddin juga belajar teknik beladiri dan perang. Shalahuddin Al Ayyubi menetap di Ba‟albek sekitar sembilan tahun, kemudian pindah ke Damaskus, atas permintaan yang dilancarkan oleh pihak Damaskus Mu‟inuddin Unur yang merupakan lawan dari Imaduddin Zanki. Pada akhirnya, pasca kematian Imaduddin Zanki antara Mu‟inuddin Unur dan keluarga Zanki (Nuruddin Mahmud) menjalin kerja sama, untuk bersatu melawan invasi tentara Salib.
Ketika menetap di Damaskus, Shalahuddin mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak seorang penguasa. Ia mendatangi tempat-tempat belajar untuk belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur‟an, Fiqh dan Syair (Sastra), ditambah lagi belajar bahasa dan dasar-dasar ilmu nahwu dari para Ulama. Sehingga tidaklah mengherankan ketika Shalahuddin dewasa dan menjadi seorang pemimpin, dia menggunakan segenap ilmu pengetahuannya untuk mengatur dan menjalankan roda pemerintahan.
Karir Politik Shalahuddin
Karir politik Shalahuddin dimulai sejak terjadinya konflik di Mesir, antara mentri Syawwer dengan mentri Dirgham. Menteri Dirgham dibantu oleh tentara Salib yang berambisi menguasai Mesir. Oleh karena itu Syawwar meminta bantuan ke Syuriah, kepada Nuruddin Zangi. Lalu diutuslah panglima Asasuddin Syirkuh bersama Shalahuddin pergi ke Mesir dan akhirnya dapat mengalahkan Dirgham yang menjadi lawan politik Syawar, yang telah menjalin kerja sama dengan pasukan Salib yaitu Amuri I Raja Baitul Maqdis (Yerusalem). Namun setelah Syawwar menang, justru Syawer berusaha mengusir pasukan Asasuddin dan Shalahuddin. Mendengar hal tersebut, maka Nuruddin Zangi berniat menyerang Mesir. Ketika itulah Syawwar meminta bantuan kepada tentara Salib. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh pasukan salib, yang akan melindungi Syawar dari pasukan Syirkuh dengan berbagai penebusan atau upeti kepada Pasukan Salib. Sultan Al-Adhid (Khalifah Dinasti Fatimiyah) tidak bisa melakukan apa-apa. Dia kemudian menulis surat kepada Nuruddin Zangi untuk meminta bantuan untuk menghadapi tentara Salib, serta kemelut politik di Mesir.
Nuruddin Zangi mengabulkan permintaan Al Adhid, pada 1167 M Nuruddin Zangi memerintahkan pasukan Asasuddin dan Shalahuddin kembali ke Mesir. Mendengar kabar pasukan Syirkuh berangkat menuju Mesir, Syawar dengan sigap langsung menghubungi raja Baitul Maqdis Amuri I untuk segera menghadang pasukan Syirkuh ke Mesir. Tetapi, mereka (Pasukan salib) kalah cepat dari pasukan Muslim yang lebih dulu mencapai Mesir, dan menetap di Fustat selama 50 hari.11 Pada akhirnya, kekalahan telah dirasakan oleh kedua pasukan gabungan Syawar-Amuri I pada kali ketiganya dalam konfrontasi melawan pasukan Asasuddin dan Shalahuddin. Kemudian Syawar ditangkap dan dihukum mati.
Atas keberhasilannya dan jasanya itu, Syirkuh oleh Al-Adhid diangkat sebagai wazir menggantikan Syawar dan diberi gelar ”al Malik al Manshur”. Shalahuddin mendapatkan amanah sebagai pemimpin keamanan wilayah Mesir. Namun hanya 2 bulan Syirkuh sebagai seorang wazir kemudian wafat, lalu Shalahuddin Al Ayyubi ditunjuk langsung oleh Khalifah Al-Adhid untuk menggantikan posisi Syirkuh, Al-Adhid sangat mempercayai Shalahuddin sebagai pengganti Syirkuh mengawal Mesir dari para pemberontak khususnya para petinggi Kekhalifahan Fatimiyah yang tidak setuju dengan pencapaian Shalahuddin Al Ayyubi.
Pada tahun 1171 M, khalifah Al-Adhid meninggal dunia, dan tidak ada penggantinya dari Dinasti Fatimiyah. Shalahuddin Al Ayyubi yang menjabat sebagai perdana menteri naik tahta, pasca. kematian Al Adhid. Naiknya Shalahuddin Al Ayyubi sebagai penguasa Mesir menggantikan Khalifah Fatimiyah Al Adhid, menjadi momen penting dalam misinya untuk menyatukan Umat Islam. Mesir berada dalam genggaman seorang jendral yang sholeh dan tegas. Hubungannya dengan Nuruddin bertambah baik sampai tidak berfikir untuk memisahkan diri dari monopoli kekuasaan, atau memberontak terhadap pemerintahan Nuruddin Mahmud yang sudah terjalin baik dengan keluarganya.
Pada tahun 1171 M, khalifah Al-Adhid meninggal dunia, dan tidak ada penggantinya dari Dinasti Fatimiyah. Shalahuddin Al Ayyubi yang menjabat sebagai perdana menteri naik tahta, pasca. kematian Al Adhid. Naiknya Shalahuddin Al Ayyubi sebagai penguasa Mesir menggantikan Khalifah Fatimiyah Al Adhid, menjadi momen penting dalam misinya untuk menyatukan Umat Islam. Mesir berada dalam genggaman seorang jendral yang sholeh dan tegas. Hubungannya dengan Nuruddin bertambah baik sampai tidak berfikir untuk memisahkan diri dari monopoli kekuasaan, atau memberontak terhadap pemerintahan Nuruddin Mahmud yang sudah terjalin baik dengan keluarganya.
Download RPP SMP/MTs di bawah ini:
No comments:
Post a Comment