Keberadaan bahasa daerah merupakan salah satu kebanggaan Bangsa Indonesia yang menunjukkan keanekaragaman budayanya. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia yang keberadaannya ikut mewarnai keragaman budaya bangsa Indonesia. Penggunaan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan sesama pengguna Bahasa Jawa adalah salah satu cara untuk melestarikan bahasa Jawa. Sebagai saya strategis dalam pelestarian bahasa Jawa, pemerintah provinsi Jawa Tengah melalui Perda Nomor 4/2012 tentang Pendidikan dan Perda Nomor 9/2012 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa menjadikan pembelajaran Bahasa Jawa menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib di sekolah pada jenjang.
Mata pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa memiliki peran strategis dalam rangka membentuk watak dan kepribadian peserta didik di sekolah. Melalui pembelajaran unggah-ungguh basa, tata krama, memahami dan mengenal kekayaan seni dan budaya tradisi, menjadikan peserta didik semakin bangga terhadap bahasa daerah dan kekayaan warisan leluhur yang dimilikinya. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan jaman, keberadaan pembelajaran bahasa Jawa juga diharuskan mampu mengikuti arah dan kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah.
Melalui Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, Pemerintah terus berupaya melakukan inovasi dan pengembangan terhadap kualitas pendidikan. Dengan adanya program Sekolah Penggerak dan program SMK Pusat Keunggulan, beberapa hal teknis yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah ikut pula mengalami perubahan dan pengembangan, mulai dari struktur, kerangka dan materi pada kurikulum di sekolah yang diajarkan yang selanjutnya dokumennya disebut dengan istilah Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan. Termasuk pada muatan lokal Bahasa Jawa juga harus menyesuaikan dengan perkembangan yang salah satunya adalah pengembangan kurikulum pada Kurikulum Merdeka. Bahasa Jawa pada Kurikulum Merdeka berfungsi untuk memperkenalkan siswa mengenal dirinya dan budaya daerahnya serta mendukung kompetensi yang sedang dipelajari di sekolah. Hal ini dikarenakan bahwa dalam kurikulum pembelajaran bahasa, materi dikembangkan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang menjadikan mereka mampu merefleksikan pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam nuansa makna dalam bahasa yang diajarkan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan dialek daerah masingmasing dan mendukung dengan tuntutan di dunia kerja. Pembinaan dan pengembangan kemampuan berbahasa Jawa pada pembelajaran paradigma baru akan membentuk pribadi Pancasila yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berpikir kritis, mandiri, kreatif, bergotong royong, dan berkebhinekaan global atau yang lebih dikenal dengan sebutan Profil Pelajar Pancasila.
Oleh karena itu, Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa dikembangan dengan mempertimbangkan tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal terkait dengan tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi,standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan kemajuan teknologi, informasi perkembangan pendidikan di tingkat nasional dan internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup dan budaya masyarakat Jawa.
Kurikulum muatan lokal Bahasa Jawa pada Kurikulum Merdeka dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir, baik secara makro (jagad gedhe) dan secara mikro (jagad cilik). Penyempurnaan pola pikir secara makro mengacu pada perubahan pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut: (1) pembelajaran berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif; (3) pola pembelajaran jejaring; (4) pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains; (5) pola belajar berbasis tim; (6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; (7) pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik; (8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Pola pemikiran secara mikro (jagad cilik) mengacu pada (1) pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan, patrap, dan polatan; (2) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan karakter bangsa; (3) pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa; (4) pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa, sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut ing jaman kalakone); (5) pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasaan penggunaan bahasa Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang berlaku; (6) pembelajaran bahasa Jawa memiliki ciri sebagai pembawa dan pengembang budaya Jawa.
No comments:
Post a Comment